Setiap perusahaan tidak bisa terlepas dari mekanisme dan perhitungan pajak. Baik untuk pajak penghasilan PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh Badan, PPN, dan lain sebagainya. Bahkan, dalam hal karyawan yang resign atau mengundurkan diri, perusahaan masih harus terikat dengan penyesuaian PPH 21 karyawan resign.
Pengunduran diri karyawan dari pekerjaannya adalah hal yang biasa terjadi di setiap perusahaan manapun. Ketika hal tersebut terjadi, maka tugas utama bagi HRD untuk memastikan transisi pekerjaan serta transfer pengetahuan karyawan yang resign berlangsung selancar mungkin.
Dengan demikian, maka operasional perusahaan tidak akan terlalu terganggu. Selain itu, ada hal penting lain yang sering terlupakan atau terlewatkan, yaitu masalah penyesuaian PPh 21 Karyawan Resign.
Ketika karyawan resign, maka bulan saat karyawan mengundurkan diri disebut sebagai masa pajak terakhir.
Perusahaan baru tempat bekerja karyawan tersebut biasanya membutuhkan Formulir A1 untuk penyesuaian PPh 21 karyawan resign. Khususnya, mengenai nilai lebih bayar PPh 21 karena karyawan resign di tahun berjalan. Selain itu, lampiran formulir A1 tentang penyesuaian PPh 21 Karyawan resign merupakan hak karyawan sebagai bukti bahwa pajak penghasilannya sudah terbayar.
Bila tak mau terkenal sanksi administratif yang cukup besar, perusahaan sebaiknya memperhatikan kembali kewajiban pemotongan serta penyesuaian PPh Pasal 21 karyawan resign. Ketika karyawan resign, maka bulan saat karyawan mengundurkan diri disebut sebagai masa pajak terakhir.
Tak seperti lapor SPT resign, masa pajak terakhir PPh21 mempunyai metode penghitungan yang berbeda. Sebab, terdapat penghitungan kembali yang harus dilakukan oleh pihak perusahaan atau pemotong PPh 21. Selain itu, kemungkinan akan ada pengembalian pajak karyawan resign yang harus diperhitungkan oleh pihak perusahaan.
Table of Contents
Sistem perpajakan di Indonesia saat ini telah mengatur secara khusus mengenai penyesuaian PPh 21 karyawan resign. Ada beberapa poin penting tentang ketentuan dalam penghitungan dan penyesuaian PPh 21 karyawan resign, khususnya bagi karyawan yang resign di tengah tahun berjalan. Ketentuan tersebut yaitu:
Besarnya penghasilan dalam satu tahun merupakan jumlah penghasilan teratur dalam 1 bulan yang dikalikan 12. Akan tetapi, jika karyawan tersebut resign di tengah tahun, maka jumlah penghasilan 1 tahun karyawan tersebut dihitung mulai Januari sampai dengan bulan terakhir karyawan tersebut menyatakan resign.
Misalnya, jika karyawan tersebut resign di bulan Mei, maka penghasilannya dalam satu tahun adalah jumlah dari penghasilan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Mei.
Baca Juga : Tax Amnesty : Pengertian, Tujuan, dan Cara Kerjanya
[elementor-template id="26379"]
Penyesuaian PPh 21 Karyawan resign jika pajak yang dipotong lebih besar diatur dalam Peraturan DJP No. PER-32/PJ/2015 Pasal 14 Ayat 7. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa, bagi pegawai atau karyawan yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember dan total perhitungan PPh 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan lebih besar ketimbang PPh 21 terutang selama 1 tahun pajak.
Nantinya, kelebihan perhitungan tersebut akan dikembalikan kepada karyawan yang bersangkutan bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh 21. Paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berhenti bekerja.
Perlu diperhatikan bahwa karyawan yang resign di tengah tahun berjalan berhak untuk menerima bukti pemotongan PPh 21 paling lambat 1 bulan berikutnya setelah resign. Selain itu, dalam PER-32/PJ/2015 Pasal 23 Ayat 2, dijelaskan mengenai batas waktu penyerahan bukti potong.
Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum Desember, bukti pemotongan PPh Pasal 21 harus diberikan paling lama 1 bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja.
Sebagai contoh, seorang karyawan suatu PT dengan status menikah namun belum memiliki tanggungan. Setiap bulannya, karyawan tersebut menerima gaji sebesar Rp 6.000.000,00 dan tunjangan jabatan Rp 3.000.000,00 setiap bulannya. Pada tanggal 1 Juli 2020, karyawan tersebut memutuskan untuk berhenti bekerja.
Selama bekerja, karyawan yang resign hanya menerima penghasilan berupa gaji dan tunjangan jabatan saja. Selain itu, karyawan juga dibebankan pungutan seperti biaya jabatan sebesar Rp 450.000,00 per bulan dan iuran pensiun Rp 200.000,00 per bulan.
Dari contoh di atas, maka kebijakan pemotongan PPh Pasal 21 dari PT tempat bekerja semula adalah dengan menggunakan sistem gross method, yaitu PPh pasal 21 yang dipotong langsung dari penghasilan karyawan.
Penghasilan Bruto yang diperoleh karyawan adalah Gaji per bulan ditambah dengan jumlah tunjangan jabatan, yatu:
Penghasilan bruto = gaji per bulan + tunjangan jabatan
= Rp 6.000.000,00 + Rp3.000.000,00
= Rp 9.000.000,00
Kemudian, penghasilan neto per bulan hasilnya dapat diperoleh setelah diketahui jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan dan iuran pensiun. Cara menghitungnya yaitu:
Penghasilan neto = penghasilan bruto - biaya jabatan - iuran pensiun
= Rp 9.000.000,00 - Rp 450.000,00 - Rp 200.000,00
= Rp 8.350.000,00
Jadi, penghasilan neto per bulan adalah Rp 8.350.000,00 atau penghasilan neto dalam setahun adalah sebesar Rp 8.350.000,00 x 12 = Rp 100.200.000,00.
Selanjutnya dapat diketahui PTKP dari karyawan tersebut adalah (K/0), yakni sebesar Rp 58.500.000,00. Sehingga Penghasilan Kena Pajak dapat dihitung sebagai berikut:
PKP = Penghasilan neto setahun - PTKP (k/0)
= Rp 100.200.000,00 - Rp 58.500.000,00
= Rp 41.700.000,00
PPh Pasal 21 terutang = Rp 41.700.000,00 : 12 = Rp 3.475.000,00
Dengan demikian, PPh pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan adalah Rp 3.475.000,00 : 12 = Rp289.583,00. Sedangkan, karyawan telah resign mulai 1 Juli 2020. Jika selama Januari sampai dengan Mei 2017 tidak terdapat perubahan penghasilan, maka besarnya PPh Pasal 21 yang telah disetorkan oleh PT adalah sebesar 5 x Rp298.583 = Rp1.447.916
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang selama Januari sampai dengan Juni 2020 (6 bulan) yaitu :
Penghasilan neto 6 bulan = 6 x Rp 8.350.000,00 = Rp 50.100.000,00, sehingga penghasilan kena pajak selama 6 bulan adalah Rp29.250.000,00.
Maka, besaran PPh 21 Terutang Per Bulan adalah Rp29.250.000,00 : 6 = Rp 243.750,00. Selanjutnya bisa diketahui pengembalian pajak karyawan resign tersebut adalah
(Rp 289.583,00 – Rp 243.750,00) x 6 = Rp 45.833 x 6 = Rp 274.998,00 Demikianlah penyesuaian PPh 21 karyawan resign dan cara menghitungnya. Di era digital ini, setiap perusahaan membutuhkan laporan keuangan yang modern dan terintegrasi. Tentunya, perusahaan harus menggunakan software akuntansi yang bisa mendukung dalam segala bentuk laporan keuangan. Maka dari itu, Software akuntansi harmony memberikan solusi untuk laporan keuangan bisnis Anda. Cukup dengan melakukan register disini, maka Anda akan menikmati free trial Software Akuntansi Harmony Selama 30 hari.
Harmony juga menyediakan jasa akuntansi jika Anda tidak mau repot dalam mengelola pembukuannya dan ingin terima beres, Anda dapat menggunakan Harmony Accounting Service. Ikuti perkembangan dunia bisnis, perpajakan, keuangan, dan lainnya, melalui Facebook, Instagram, dan LinkedIn Harmony.