Harmony » Blog » 

Perbedaan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) dan Tidak Final

Fina Pratiwi
/
Diupdate 
Agustus 25, 2020

Pada kebijakan fiskal periode setiap tahunnya, bagi setiap wajib pajak harus mengisi pelaporan surat pemberitahuan tahunan (SPT) PPh orang pribadi atau Badan. Sehingga, sebagai salah satu yang menjadi pertanyaan yaitu perbedaan antara pajak penghasilan final dan pajak penghasilan tidak final.

Adanya perbedaan pajak penghasilan final dengan tidak final yaitu dikarenakan sistem hitungnya berbeda, tarif pajaknya berbeda dan waktu setornya juga berbeda.

Umumnya pajak penghasilan final merupakan pajak penghasilan yang dirumuskan dari penghasilan yang Anda terima setiap periodenya. Hal ini bisa berupa gaji, royalti, upah, dan sebagainya.

Pajak penghasilan final yang diterima dapat dibedakan menjadi penghasilan yang merupakan objek pajak dan penghasilan yang bukan objek pajak. Untuk cara pengenaan pajak penghasilan finalnya atau tidaknya pun ada dua, yaitu:

1. Dikenakan PPh secara umum dengan tarif pasal 17 dalam SPT tahunan

2. Dikenakan pajak penghasilan final

Dengan mengetahui lebih jelas bagaimana perbedaan pajak penghasilan final dan tidak final yaitu artikel ini akan membahas untuk Anda yang membutuhkan pengetahuan dan arahan dalam mengelola keuangannya sebagai umkm yaitu berikut dibawah ini.

PPH Final Untuk UMKM

Perlu diketahui bahwa ada perbedaan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam penghitungan PPh. Jika pekerja UKM menerima gaji per bulan kurang dari Rp 32 juta setahun, pajak yang dikenakan berupa pajak penghasilan final.

pajak penghasilan final merupakan nama lain dari PPh Pasal 4 Ayat (2). Di dalam PPh tersebut terdapat beberapa macam objek pajak penghasilan final, diantaranya adalah sewa gedung atau kantor, pajak atas obligasi, jasa konstruksi, omzet, dan sebagainya.

Jika mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013, pajak penghasilan final untuk usaha kecil menengah yaitu pajak atas penghasilan atau omzet dari bisnis yang didapat atau diterima wajib pajak. Selain itu pajak ini dikhususkan bagi wajib pajak yang punya omzet kurang dari Rp 4,8 miliar selama setahun.

Akan tetapi pada tanggal 1 Juli 2018, pemerintah menerbitkan PP Nomor 23 Tahun 2018 soal tarif baru untuk pajak penghasilan final UKM atau UMKM. Tarif tersebut yang tadinya sejumlah 1% dipotong menjadi 0,5% dengan persyaratan sebagai berikut:

• Wajib pajak orang pribadi dapat menerima tarif pajak penghasilan final atau PPh Final UMKM hanya 0,5% selama jangka waktu 7 tahun.

• Wajib pajak badan atau usaha seperti koperasi, Perseroan Komanditer (CV), dan juga Firma bisa menerima tarif pajak penghasilan final 0,5% dalam waktu 4 tahun.

• Sementara untuk Perseroan Terbatas (PT), menerima tarif pajak penghasilan final 0,5% hanya dalam jangka waktu 3 tahun.

Tarif Pajak Penghasilan Final

Berdasarkan tarif pajak penghasilan final bagi umkm yaitu sebesar 0,5% untuk mengetahui bagaimana berdasarkan tarifnya yaitu :

• Penghasilan sebagai omzet perusahaan atau usaha mencapai Rp 4,8 miliar dalam satu tahun.

• Wajib pajak tetap dikenakan tarif pajak penghasilan final 1% hingga akhir tahun pajak yang bersangkutan jika omzet kumulatifnya tidak lebih dari Rp 4,8 miliar dalam setahun.

• Sebagai wajib pajak badan dikenakan tarif PPh sesuai ketentuan UU Pajak Penghasilan jika omzet yang didapat lebih dari Rp 4,8 miliar dalam setahun.

Ada beberapa contoh penghasilan yang dikenai pajak penghasilan final, seperti:

• Penghasilan dari transaksi penjualan saham

• Penghasilan bunga atau diskonto obligasi di bursa efek

• Penghasilan dari selisih lebih revaluasi aktiva tetap

• Penghasilan perusahaan modal ventura

• Perusahaan penerbangan luar negeri

• Penghasilan BUT perwakilan dagang asing di Indonesia

• Perusahaan pelayaran dalam dan luar negeri yang dapat dikenakan PPh Pasal 24

• Penghasilan bunga deposito dan tabungan

• Penghasilan atas hadiah dan undian

• Penghasilan atas jasa konstruksi

• Penghasilan atas transaksi derivatif

• Penghasilan neto fiskal

• Penghasilan atas pengalihan real estate dalam skema kontrak investasi kolektif tertentu.

Cara Pelaporan SPT PPH Final Bagi Wajib Pajak UMKM

Untuk Anda yang melakukan penyetoran pajak penghasilan dengan penghasilan bruto tertentu wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.

Jika Anda telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan dengan penghasilan bruto tertentu, maka Anda dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang tertuli pada surat SSP atau surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang bisa dipergunakan dengan bersamanya surat setoran pajak.

Dalam hal Anda tidak memiliki peredaran usaha pada bulan tertentu, maka Anda tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa.  

Jika Anda merupakan pemotong atau pemungut pajak, maka Anda wajib menyampaikan surat pemberitahuan masa pajak penghasilan atas pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan ke KPP atau kantor pelayanan pajak tempat Anda terdaftar paling lama 20 hari setelah masa pajak sudah berakhir.       

Ketentuan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bagi Anda dengan penghasilan bruto tertentu mengikuti Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan secara umum.

Yang harus diperhatikan adalah terkait penyampaian informasi penghasilan bruto dan Pajak Penghasilan yang telah dibayar atas penghasilan tersebut.

Informasi tersebut harus diisi pada Bagian Pajak Penghasilan Final yang terdapat pada masing-masing SPT Tahunan Pajak Penghasilan, serta dilengkapi dengan Lampiran Khusus Daftar Rekap Penghitungan Peredaran Bruto dan Pembayaran Pajak Penghasilannya.

Baca Juga : Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Penjelasan dan Cara Menghitungnya

[elementor-template id="26379"]


Contoh Menghitung PPh Final

Pada saat ini, Anda akan mencoba simulasi cara menghitung pajak penghasilan final. Dengan mengikuti peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018, tarif pajak penghasilan final sebesar 0,5% dan hanya dikenakan kepada wajib pajak pribadi dan badan dengan omzet (penghasilan bruto) kurang dari 4,8 miliar rupiah setahunnya.

Sebagai contoh yang akan Anda gunakan adalah bisnis baju online milik ibu cahaya. Pada bulan Januari 2019, penghasilan bruto atau omzet bisnisnya adalah 400.000.000 rupiah.

Jadinya, dapat diartikan pajak penghasilan final yang harus dibayarkan setiap bulannya dapat dihitung dengan cara:

0,5% x Rp 400.000.000 = Rp 2.000.000

Sehingga, pajak penghasilan final diketahui sejumlah Rp. 2.000.000 wajib disetorkan setiap bulannya, paling lambat tanggal 10. Walaupun, ibu cahaya juga harus melaporkan pajak penghasilan ini dalam formulir SPT Tahunan PPh akan tetapi ibu cahaya tidak perlu membayar lagi ketika sudah melaporkan pajak.

Perbedaannya Dengan PPh Tidak Final

Sebagai PPh tidak final merupakan suatu penghasilan yang tidak akan dipotong saat itu juga. Wajib pajak akan dianggap belum melunasi kewajiban perpajakan untuk melaporkan pajak. Sehingga, transaksi baru akan dianggap lunas apabila perhitungan pajak di akhir tahun telah selesai.

Berikut beberapa contoh PPh Tidak Final yaitu :

• PPh Pasal 21: gaji, upah, honorarium untuk wajib pajak dalam negeri

• PPh Pasal 22: impor, bendaharawan, migas, lelang

• PPh Pasal 23: royalti, sewa selain tanah dan bangunan, jasa, dividen

• PPh Pasal 24: PPh atas penghasilan WNI di luar negeri

PPh Pasal 25: angsuran PPh

• PPh pasal 26: gaji, upah, honorarium untuk wajib pajak luar negeri

• PPh pasal 28: pajak lebih bayar

• PPh pasal 29: pajak kurang bayar

• Pembayaran PPh Tidak Final

Dengan cara membayar PPh Tidak Final dalam tahun berjalan bisa dengan penyetoran atau pembayaran sendiri, atau dengan pemotongan dari pihak ketiga.

Dalam pelunasan PPh dalam tahun berjalan, pemotongan mekanismenya seperti :

• Pemotongan PPh Pasal 22

• Pemungutan PPh Pasal 23

• Pemotongan atau Pemungutan PPh Pasal 26

Dengan pembayaran setoran pajak yang bersifat tidak final lainnya meliputi:

• PPh Pasal 21 yang dipotong

PPh Pasal 22 yang dipotong atau dipungut

• PPh Pasal 23 yang dipotong

• PPh Pasal 25 yang dibayar sendiri

• PPh Pasal 15 yang dibayar sendiri atau dipotong

Setelah itu seluruh bukti potong PPh tidak final dapat dijadikan kredit pajak ketika mengisi formulir SPT Tahunan.

Kesimpulan Perbedaan PPh Final dan PPh Tidak Final

Dari berdasarkan penjelasan dan contoh di atas, maka kesimpulan bisa dibedakan perbedaan kedua jenis PPh tersebut pada pelaporan surat pemberitahuan tahunan orang pribadi maupun padan. Untuk perbedaannya bisa dirangkum seperti :

1. Penghasilan PPh Tidak Final bisa digabung dengan penghasilan lain, namun pajak penghasilan final tidak bisa

2. PPh Tidak Final, biaya menghasilkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenai PPh dapat dikurangkan. Namun biaya serupa pada pajak penghasilan final tidak dapat dikurangkan.

3. PPh Tidak Final bisa memperhitungkan bukti potong sebagai kredit pajak bagi seorang wajib pajak. Namun pajak penghasilan final tidak mungkin melakukan hal tersebut.

Mengenai pembahasan dan perbedaan antara pajak penghasilan final dan PPh tidak final. Akan semakin mudah jika Anda memastikan semua data bisnis Anda terintegrasi dalam sebuah software yang memungkinkan mengatur semua elemen bisnis dengan basis cloud seperti Harmony software.

Coba pakai langsung bantuan software akuntansi online seperti harmony untuk pengelolaan keuangan bisnis Anda. Untuk itu dalam memperoleh perhitungan laporan keuangan yang Anda inginkan. Harmony Smart Accounting akan memudahkan pekerjaan Anda karena dapat di akses melalui gadget di mana saja dan kapan saja.

Harmony adalah software akuntansi online yang dapat membantu ribuan UMKM dalam mengelola pembukuan bisnis dengan fitur yang lengkap dan mudah digunakan walaupun Anda tidak memiliki background akuntan sekalipun. Software ini menyediakan lebih dari 20 jenis laporan keuangan secara real-time agar lebih efektif dan efisien. Anda dapat mencoba GRATIS selama 30 hari disini.

trial harmony
Pembukuan Lebih Mudah!
Coba Gratis 30 Hari dan Rasakan Perbedaannya!
COBA GRATIS
Anda juga mungkin suka:
Fina Pratiwi
Fina Pratiwi adalah seorang ahli strategi keuangan dengan lebih dari 5 tahun pengalaman dalam industri keuangan. Dia memegang gelar dalam bidang Keuangan dan dikenal karena kemampuannya untuk menyederhanakan konsep keuangan yang kompleks menjadi sesuatu yang mudah dipahami. Fina percaya bahwa pemahaman yang baik tentang manajemen keuangan adalah kunci sukses bisnis. Dengan pengetahuannya yang luas, dia berdedikasi untuk membantu bisnis memahami dan memanfaatkan software Harmony untuk mencapai tujuan keuangan mereka.
chevron-down
Scan the code
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram