Kita tentu sudah mengetahui tentang Pajak Penghasilan (PPh). PPh terutang Ini merupakan pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterimanya dalam satu tahun pajak.
Hal ini merujuk pada wajib pajak harus dibayarkan pada saat tertentu di dalam masa pajak, tahun pajak, atau bagian tahun sesuai ketentuan undang-undang.
Pph terutang bukan sebuah jenis sanksi, melainkan bukti dari tanggung jawab setiap wajib pajak. Tidak seperti utang pajak, pph terutang tidak membebani wajib pajak dengan bunga, denda, atau kenaikan tarif akibat kelalaian.
Penghasilan yang dimaksud sendiri merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh baik dari dalam atau luar negeri untuk konsumsi atau tambahan kekayaan. PPh terutang ini sendiri dihitung dari Penghasilan Kena Pajak (PKP).
Pajak terutang adalah bagian yang tak terpisahkan pada kebijakan fiskal. Pasalnya, pajak terutang merupakan kontributor terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu, pajak merupakan instrumen fiskal yang sangat efektif dalam mengarahkan perekonomian.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang PPh terutang, berikut penjelasan tentang dasar, tarif, dan perhitungannya.
Table of Contents
Dalam sebuah PPh terutang (pajak terutang) seolah mirip dengan utang pajak. Padahal keduanya jelas berbeda. Hal tersebut bisa dilihat dari dasar hukum atau ketentuan yang menaunginya. Ketentuan akan PPh terutang, dapat Anda lihat dalam undang-undang dan peraturan Dirjen Pajak sebagai berikut.
Menurut Dasar hukum dalam mengatur PPh Terutang yang pertama adalah terdapat pada UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).
Ketentuan PPh Terutang ini terdapat dalam pasal 10 yang mendefinisikan bahwa pajak terutang adalah pajak yang harus dibayar pada saat tertentu dalam masa pajak, tahun pajak, atau bagian tahun pajak.
Penjelasan definisi pajak terutang dalam UU KUP Pasal 1 ayat 10 ini mirip dengan Pasal 10.
Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) merupakan peraturan baru pengganti UU Nomor 7 Tahun 1983. PPh terutang Pasal 17 ini memuat tarif PPh baik orang pribadi atau badan. Berdasarkan Undang-Undang ini pula bisa dihitung PPh terutang dari PKP.
Di dalam PER-4/PJ/2009 memang tidak secara khusus menyebut pajak penghasilan terutang. Namun, peraturan ini memberi penjelasan dan petunjuk dalam melakukan pencatatan pajak penghasilan, khususnya untuk Wajib Pajak Orang.
Dalam PER-32/PJ/2015 memang tidak secara langsung membahas pajak terutang tetapi peraturan ini masih memiliki kaitan dengan hal tersebut.
Peraturan ini menjelaskan tentang tarif pajak penghasilan terutama untuk pribadi. Selain itu dibahas pula pembeda tarif yang dikenakan pada Wajib Pajak yang sudah memiliki NPWP dan yang belum.
Baca Juga : Pengertian Piutang Pajak dan Cara Meminimalkannya
Selain dasar hukum pajak terutang yang sudah dijelaskan di atas, adapun terdapat tarif PPh terutang. Lalu berapa tarif yang dibebankan untuk PPh terutang?
Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2008, dalam penentuan tarif PPh terutang badan usaha ditentukan berdasarkan persentase dari jumlah dalam penghasilan kena pajak yang diperoleh. Adapun beberapa ketentuan tarif tersebut adalah sebagai berikut:
a. 5% dari penghasilan kena pajak untuk yang berpenghasilan hingga Rp 50.000.000 per tahun.
b. 15% dari penghasilan kena pajak untuk yang berpenghasilan Rp 50.000.000 sampai Rp 250.000.000 per tahun.
c. 25% dari penghasilan kena pajak untuk yang berpenghasilan Rp 250.000.000 sampai Rp 500.000.000 per tahun.
d. 30% dari penghasilan kena pajak untuk yang berpenghasilan di atas Rp 500.000.000 per tahun.
[elementor-template id="26379"]
Namun tarif yang sudah di jelaskan di atas hanya berlaku bagi wajib pajak yang sudah memiliki NPWP. Wajib pajak tanpa NPWP harus membayar tarif 20% lebih tinggi dari yang wajib dibayarkan pemilik NPWP.
Namun bagi Anda yang ingin menghitung pajak terutang, Anda harus memastikan bahwa Anda mengetahui jumlah penghasilan kena pajak Anda, sebab jumlahnya bisa berbeda untuk setiap orang.
Dalam peraturan yang sudah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak Nomor 16 Tahun 2016 menetapkan angka Rp 54.000.000 sebagai jumlah PTKP selama setahun untuk wajib pajak orang pribadi.
Apabila individu tersebut sudah menikah, ada tambahan senilai Rp 4.500.000 dan nilai yang sama akan Nilai yang sama akan terus ditambahkan untuk setiap anak yang lahir dari pernikahan individu tersebut.
Apabila Anda ingin menentukan pajak yang harus Anda bayar, maka temukan terlebih dulu selisih antara penghasilan kena pajak dan PTKP dalam setahun.
Bagi setiap individu akan mendapat hasil yang berbeda karena adanya jumlah yang berbeda seperti jumlah pendapatan, potongan pada gaji, status pernikahan atau keluarga, dan lainnya.
Baca Juga : Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Penjelasan dan Cara Menghitungnya
Dedi adalah karyawan perusahaan dan masih lajang. Dedi berpenghasilan Rp 5.000.000 per bulan, atau Rp 60.000.000 untuk per tahunnya. Dikarenakan status lajangnya dan total penghasilannya membuat Dedi terkena PTKP Rp.54.000.000 per tahun.
Perhitungannya sebagai berikut:
PKP = Penghasilan Per Tahun - PTKP
PKP = Rp 60.000.000 - Rp 54.000.000
PKP = Rp 6.000.000
Lalu berapa PPh terutang Pak Dedi?
PPh terutang = Tarif x PKP
PPh terutang = 15% x Rp 6.000.000
PPh terutang = Rp 9.000.000 per tahun.
Maka jumlah pph terutang Pak Dedi per bulannya adalah Rp 75.000
Setelah mengetahui pajak terutang dan perhitungannya, diharapkan wajib pajak badan maupun pribadi dapat menjalankan tanggung jawab dan kewajiban membayar pajak.
Pengusaha yang tertib adalah yang taat dalam membayar pajak. Agar perhitungan pajak mudah dikerjakan, pembukuan usaha Anda harus rapi. Untuk memiliki pembukuan usaha yang rapi sebaiknya Anda menggunakan software akuntansi dalam mengerjakannya.
Harmony adalah software akuntansi online yang sangat praktis digunakan oleh siapapun termasuk bagi Anda yang tidak memiliki background akuntansi. Harmony memiliki 20 lebih laporan keuangan real time yang bisa membantu Anda mengelola keuangan bisnis dengan mudah. Coba gunakan GRATIS Harmony 30 hari dengan mendaftar disini.
Bagaimana jika Anda adalah pebisnis yang sibuk sehingga tidak sempat membuat laporan keuangan? Jangan khawatir, Harmony juga menyediakan Harmony Accounting Service.
Yuk, ikuti informasi dari Harmony tentang akuntansi, keuangan, pajak, bisnis dan marketing di media sosial Harmony. Berikut link Facebook, Instagram dan LinkedIn Harmony.