Sebagai bentuk pemberian, hibah merupakan bagian dari objek pajak yang menimbulkan status kewajiban pajak bagi penerima hibah tersebut. Pajak hibah merupakan salah satu sumber pendapatan negara di dalam APBN, selain pajak dan penerimaan bukan pajak. Dari pajak ini, pemerintah mendapat manfaat secara langsung yang didistribusikan untuk menunjang fungsi serta tugas berbagai lembaga negara.
Pajak hibah dikenakan atas wajib pajak yang mendapatkan keuntungan dari pengalihan harta melalui hibah tersebut.
Pajak ini diwajibkan atas penghasilan dari bantuan, sumbangan, atau harta hibahan karena wajib pajak mendapatkan keuntungan dari pengalihan harta melalui hibah tersebut.
Namun, tidak semua harta hibah dikenakan pajak, misalnya harta hibah tersebut berupa objek pajak penghasilan bagi pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan.
Selain itu, pajak hibah tidak berlaku bagi harta hibah untuk orang tua kandung atau anak kandung, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial (yayasan), koperasi, dan orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil dengan nilai hibah dan penghasilan tertentu.
Table of Contents
Hibah merupakan pemberian seseorang kepada orang lain semasa hidupnya dan hanya akan sah ketika kedua belah pihak (penghibah dan penerimah hibah) masih hidup. Hibah tetap sah, jika pemberi hibah telah meninggal dunia, sepanjang hibah tersebut sudah dilakukan.
Baca Juga : Cara Praktis Membuat Laporan Rincian Pajak Setiap Bulannya
Hukum yang mengatur hibah terdapat KUH Perdata dalam Pasal 1666 sampai Pasal 1693, yang menyatakan bahwa Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana pihak penghibah, di waktu hidupnya, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan pihak penerima hibah yang menerima penyerahan tersebut secara cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali. Menurut Pasal 1666 KUH Perdata tersebut, hibah dilakukan secara cuma-cuma sehingga tidak ada pembayaran atau kompensasi dalam bentuk apapun.
Jika pemberian harta hibah dilakukan setelah pihak pemberi meninggal dunia, maka hibah tersebut dinamakan sebagai hibah wasiat sebagaimana diatur secara lengkap dalam KUH Perdata pasal 957 sampai dengan pasal 972. Jadi, perbedaan hibah dan wasiat menurut pajak terletak pada waktu pemberian harta yang dihebahkan/atau diwasiatkan.
Sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008, tidak semua harta hibah masuk dalam kategori pajak penghasilan. Misalnya, hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah orang tua dan anak kandung (kakek/nenek, orang tua, anak kandung, dan cucu) tidak termasuk dalam objek PPh. Tetapi jika hibah dari atau untuk kakak, adik, anak angkat, menantu, mertua, atau orang termasuk dalam objek pajak penghasilan.
Selain itu, harta hibah untuk badan keagamaan yang kegiatannya hanya untuk mengurus tempat-tempat ibadah atau menyelenggarakan kegiatan di bidang keagamaan tanpa mencari keuntungan tidak dikenakan pajak penghasilan dari harta hibah. Begitu pula dengan badan pendidikan dan sosial lain yang tidak mencari keuntungan tidak dikenai pajak penghasilan atas harta hibah.
Di dalam KUH Perdata tentang hibah, yaitu Pasal 1666 sampai Pasal 1693 terdapat beberapa ketentuan-ketentuan yang mengatur hibah. Ketentuan-ketentuan tersebut penting untuk diketahui karena ada syarat sah suatu hibah bisa dilakukan. Selain itu, ada juga ketentuan dan syarat-syarat kuat mengenai penarikan kembali harta hibah. Ketentuan-ketentuan pajak ini yaitu:
• Di dalam hibah boleh diadakan perjanjian bahwa pihak pemberi hibah akan berhak mengambil kembali hibahnya jika penerima hibah meninggal dunia terlebih dahulu (Pasal 1672).
• Hibah hanya dapat dilakukan untuk benda yang sudah ada atau wujud benda yang dihibahkan sudah ada (Pasal 1667).
• Pemberian atas harta hibah harus disertai dengan akta notaris (Pasal 1682).
• Pemberian hibah antara suami dan istri tidak boleh atau dilarang untuk dilakukan, sehingga tidak ada kewajiban pajak dari suami ke istri (Pasal 1678).
• Hibah dapat ditarik kembali jika tidak dipenuhi syarat-syarat dengan penghibahan telah dilakukan, penerima hibah bersalah dengan melakukan atau membantu melakukan pembunuhan atas penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap pihak penghibah, penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah kepada pemberi hibah, sehingga kemudian penghibah jatuh miskin (Pasal 1688).
• Kuasa untuk menerima hibah harus dengan akta otentik dan untuk hibah yang berkaitan dengan tanah wajib dinyatakan dalam akta otentik yang dibuat PPAT (Pasal 1689)
Baca Juga : Cara Melaporkan SPT Tahunan Pribadi
[elementor-template id="26379"]
Pajak hibah perusahaan menjadi suatu kewajiban jika orang pribadi menerima hibah usaha produktif dengan kekayaan lebih dari Rp 500.000.000,00 tidak termasuk tanah tanah dan bangunan yang digunakan untuk tempat usaha. Selain itu, kewajiban pajak hibah perusahaan juga dikenakan untuk perusahaan yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 2.500.000.000,00.
Ketika usaha yang dihibahkan tidak memenuhi kriteria tersebut, maka tidak ada kewajiban beban pajak hibah perusahaan. Namun, penerima hibah perusahaan tetap diwajibkan atas perpajakan lain seperti pajak penghasilan orang pribadi maupun badan, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan sebagainya.
Selain itu, perlu juga mempertimbangkan kemungkinan pajak dan retribusi yang diberlakukan oleh pemerintah daerah. Setelah tahu seputar pajak hibah, bagi Anda yang telah memiliki usaha harus mempertimbangkan kemudahan dalam membuat laporan keuangan.
Maka dari itu, gunakan software akuntansi Harmony agar semua bisa berjalan dengan lancar. Dengan melakukan pendaftaran disini, Anda akan mendapatkan layanan free trial software akuntansi Harmony selama 30 hari. Harmony juga memiliki layanan jasa akuntansi untuk Anda yang tidak ingin repot untuk mengurus pembukuan sendiri, Anda dapat menggunakan Harmony Accounting Service.
Ikuti update Harmony lebih lanjut, dan juga dapatkan tips seputar akuntansi, bisnis, keuangan, pajak dan lainnya. silahkan kunjungi sosial media kami seperti Facebook, Instagram, dan LinkedIn Harmony.