Dalam dunia usaha, membuat suatu kontrak atau perjanjian merupakan hal yang biasa. Akan tetapi, adakalanya isi dari perjanjian tersebut tidak dijalankan. Pelanggaran karena tidak menjalankan isi yang sudah disepakati dalam sebuah perjanjian itu dinamakan wanprestasi. Seorang pebisnis harus mengetahui arti wanprestasi dalam keuangan bisnis, penyebabnya dan cara mengatasinya. Simak penjelasannya berikut ini.
Wanprestasi bisa berakibat buruk terhadap kinerja perusahaan dan kemungkinan timbulnya dampak hukum
Table of Contents
Arti wanprestasi adalah tidak terpenuhinya suatu pelaksanaan kewajiban atau ingkar janji atau kelalaian yang dilakukan oleh debitur, baik karena tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan maupun karena melakukan sesuatu tidak diperbolehkan menurut perjanjian. Pengertian sederhananya, wanprestasi adalah suatu keadaan di mana seorang debitur tidak mampu menyelesaikan atau lalai dalam memenuhi kewajibannya.
Menurut pendapat ahli, Harahap (1986), wanprestasi adalah suatu implementasi dari kewajiban yang tidak mampu dilakukan tepat waktu. Hal itu mengakibatkan timbulnya kewajiban debitur untuk membayar kompensasi atau jika wanprestasi dialami oleh salah satu pihak, maka pihak lainnya bisa mengajukan pembatalan perjanjian.
Sedangkan menurut Erawaty dan Badudu (1996), pengertian wanprestasi adalah pengingkaran terhadap suatu kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian tersebut.
Arti wanprestasi lainnya adalah gagal bayar. Jadi, debitur yang mempunyai kewajiban dalam melakukan pembayaran tidak melakukan kewajiban tersebut karena suatu alasan tertentu. Kewajiban yang dimaksud biasanya adalah hutang debitur kepada kreditur yang terjadi dalam transaksi bisnis.
Wanprestasi dalam bisnis bisa mempengaruhi perusahaan debitur seperti kendala dana operasional, berubahnya skala prioritas keuangan perusahaan atau bahkan munculnya sanksi pidana. Oleh karena itu, mengelola keuangan bisnis dengan benar seperti membuat anggaran keuangan, melakukan audit berkala, dan melakukan efisiensi akan meminimalisasi kemungkinan wanprestasi yang terjadi.
Menurut Satrio (1999), beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya wanprestasi adalah :
Kelalaian yang dimaksud yaitu di mana seorang debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan timbul suatu kerugian. Adapun kewajiban-kewajiban yang tidak dilaksanakan dan dianggap lalai tersebut meliputi :
• Kewajiban untuk memberikan sesuatu yang telah dijanjikan.
• Kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan.
• Kewajiban untuk tidak melaksanakan suatu perbuatan.
Baca juga : 7 Tips Mengelola Keuangan Bisnis Yang Mudah Diterapkan
Yang merupakan keadaan memaksa adalah keadaan di mana debitur tidak dapat memenuhi prestasinya karena terjadi suatu peristiwa yang bukan merupakan kesalahannya. Dalam kondisi yang memaksa ini, debitur tidak bisa disalahkan karena kondisi tersebut tidak bisa diprediksi dan diluar kemampuan dan kemauan debitur.
Secara umum, ada 3 bentuk wanprestasi yang bisa terjadi yaitu
1. Debitur tidak mampu memenuhi prestasi sama sekali. Bentuk wanprestasi ini terjadi jika debitur benar-benar tidak mampu memenuhi kewajibannya baik dari waktu maupun nilainya.
2. Debitur mampu memenuhi prestasi namun tidak dilakukan secara tepat waktu. Bentuk wanprestasi ini terjadi jika pihak debitur memenuhi kewajibannya di luar waktu yang telah disepakati (membayar melebihi dari waktu jatuh tempo).
3. Debitur mampu memenuhi prestasi namun dinilai tidak sesuai. Bentuk wanprestasi ini terjadi jika pihak debitur memenuhi kewajibannya tetapi nilainya berbeda dengan yang tertera dalam kontrak atau perjanjian (membayar lebih kecil dari nilai yang disepakati).
Terjadinya suatu wanprestasi jika kondisi pihak debitur memenuhi syarat berikut ini :
Syarat wanprestasi yang pertama adalah syarat material yaitu adanya kesengajaan berupa :
• Bentuk kesengajaan yang dilakukan seseorang dengan dinginkan dan diketahui serta disadari oleh pelaku dan menimbulkan kerugian pada pihak lain.
• Kelalaian yang terjadi di mana pelaku seharusnya tahu atau patut menduga bahwa dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan menimbulkan kerugian.
Syarat wanprestasi lainnya yaitu syarat formal yang merupakan suatu pernyataan ataupun panggilan pengadilan atas kelalaian pihak debitur. Dalam syarat wanprestasi formal, debitur harus diberi peringatan secara resmi terlebih dahulu, bahwa pihak kreditur memerlukan pembayaran dalam jangka waktu pendek atau segera.
Peringatan itu harus secara tertulis dari kreditur dan berbentuk akta, sehingga pihak debitur harus melakukan kewajibannya dan biasanya peringatan itu juga disertai sanksi atau penalti.
Berikut beberapa akibat hukum wanprestasi yang bisa diberikan kepada debitur :
Akibat hukum wanprestasi yang pertama adalah debitur berkewajiban membayar ganti rugi. Pengertian ganti rugi di sini yaitu membayar segala kerugian karena musnahnya atau rusaknya barang-barang milik kreditur akibat kelalaian debitur. Ganti rugi harus berbentuk uang agar tidak terjadi kesulitan dalam penilaian, karena bentuk selain uang cenderung mengalami kendala dalam penerapannya.
Ketentuan tentang ganti rugi diatur dalam pasal 1246 KUHPerdata, di mana terdapat 3 macam ganti rugi yaitu biaya, rugi dan bunga. Pengertian biaya disini adalah segala macam pengeluaran atas pengongkosan yang nyata-nyata telah dikeluarkan oleh kreditur. Adapun bunga merupakan segala kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah diperhitungkan sebelumnya.
[elementor-template id="26379"]
Akibat hukum wanprestasi berikutnya adalah terjadinya pembatalan perjanjian. Sanksi ini bisa diterapkan jika salah satu pihak tidak mampu melihat sifat dari pembatalan perjanjian sebagai bentuk hukuman, di mana debitur menganggap hal ini menghapus semua kewajiban yang harus dijalankannya.
Perlu diketahui, berdasarkan KUHPerdata pasal 1266, syarat batalnya suatu perjanjian dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Akibat hukum lainnya berupa peralihan risiko. Sanksi ini berlaku pada perjanjian yang objeknya suatu barang, seperti pada perjanjian pembiayaan leasing, misalnya motor, mobil atau rumah. Sanksi ini ditegaskan secara dalam pasal 1237 KUHPerdata ayat 2 yang menyatakan bahwa jika si berutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat kelalaiannya kebendaan adalah atas tanggungannya.
Sebagai pebisnis, untuk meminimilasi resiko wanprestasi maka Anda harus mengelola keuangan perusahaan dengan baik. Agar laporan keuangan bisa dibuat dengan cepat dan mudah sebaiknya Anda menggunakan software akuntansi dalam mengerjakannya.
Harmony adalah software akuntansi online yang mudah dan praktis digunakan. Harmony memiliki 20 lebih laporan keuangan real time yang akan mempermudah Anda dalam menjalankan usaha. Harmony sudah membantu ribuan pemilik bisnis dalam merapikan pembukuan dan laporan keuangan mereka. Jadi, tunggu apalagi? Coba gunakan GRATIS Harmony 30 hari dengan mendaftar di sini.
Bagaimana jika Anda adalah pebisnis yang sibuk sehingga tidak sempat membuat laporan keuangan? Jangan khawatir, Anda bisa menggunakan Harmony Accounting Service yaitu jasa pembuatan laporan keuangan dengan harga terjangkau yang dikerjakan oleh profesional berpengalaman dalam bidang akuntansi
Anda juga bisa mendapatkan informasi tentang akuntansi, keuangan, pajak, bisnis dan marketing di media sosial Harmony. Follow akun Facebook, Instagram dan LinkedIn Harmony.