Tahukah Anda bahwa ada istilah deductible expense pada dunia perpajakan? Nah apabila belum, maka istilah deductible expense adalah suatu biaya perusahaan yang dapat dibebankan kepada laporan keuangan fiskal.
Dimana deductible expense harus disesuaikan dengan kebijakan pajak yang berlaku, apalagi setiap perusahaan pasti akan melakukan adanya kegiatan sumbangan.
Maka dari itu kebijakan ini peruntukkan kepada wajib pajak dalam negeri maupun dalam bentuk usaha tetap.
Dengan adanya pengurangan biaya terhadap deductible expense ini maka wajib pajak harus melakukan laporan keuangan fiskal, serta juga harus mengikuti pedoman akuntansi pajak yaitu SAK (Standar Akuntansi Keuangan).
Selain itu dari definisinya deductible expense adalah sebuah kebijakan atas biaya yang harus dikurangkan dengan cara menagih, mendapatkan, dan memelihara penghasilan (3M).
Lantas, apa saja biaya yang dikenakan atas deductible expense? Dan bagaimana contohnya, simak dibawah ini.
Table of Contents
Berdasarkan UU No.36 Tahun 2008 Pasal 6, bahwa deductible expense adalah kebijakan biaya yang sudah diatur dalam mengurangi penghasilan pajak atau penghasilan bruto untuk mendapatkan, menagih, serta memelihara penghasilan pajak (3M).
Dimana deductible expense ini berlaku bagi wajib pajak dalam negeri dalam bentuk usaha tetap, dan menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan.
Selain itu deductible expense memiliki adanya tiga prinsip yaitu biaya yang berkaitan dengan kegiatan usaha, bukan untuk keperluan pribadi, dan memperoleh penghasilan dikenakan pajak.
Dilihat dari segi pengurangannya bahwa biaya yang dikurangi oleh penghasilan bruto ternyata dibagi menjadi dua golongan, yaitu biaya yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun dan biaya yang memiliki masa manfaat kurang dari satu tahun.
Baca Juga: Apa Itu Ekstensifikasi Pajak Dan Intensifikasi Pajak?
Dalam UU No.36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 1 tentang pajak penghasilan, adapun biaya yang dapat menjadi deductible expense yaitu meliputi:
Sebagai kesimpulan ternyata dari beberapa biaya yang menjadi deductible expense, memiliki pengecualian biaya yang terdapat di Pasal 9 UU No.36 Tahun 2008.
Di mana ketentuan ini secara umum mengatur biaya namun tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto atau non deductible expense.
Setelah pembahasan mengenai pengurangan biaya, maka selanjutnya membahas kaitan sumbangan deductible expense terhadap biaya yang dikurangkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 Pasal 2 ayat 1.
Adapun pengurangan sumbangan deductible expense dari penghasilan bruto sebagai berikut:
Baca Juga: Mengenal Pajak Langsung Dan Tidak Langsung Beserta Contohnya
Berikut ini ada contoh kasus deductible expense pada perhitungan tarif pajak sebagai PPh Badan, dengan fasilitas pengurangan yaitu tarif pajak pasal 31E.
Pada tahun 2020, PT. ABD memiliki penghasilan bruto sebesar Rp 6,5 Miliar. Selain itu, selama tahun berjalan PT. ABD memiliki rincian beban dan pendapatan yaitu:
Berapa besaran PPh terutang PT.ABD untuk dibayar dan dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan? Pertama-tama, terlebih dahulu mencari besaran penghasilan kena pajak PT.ABD:
Rp6.500.000.000 – Rp5.800.000.000 = Rp700.000.000
Rp60.000.000 – Rp35.000.000 = Rp25.000.000
Total Penghasilan Neto = Rp700.000.000 + Rp25.000.000
Total Penghasilan Neto = Rp725.000.000
Penghasilan Kena Pajak = Rp725.000.000 – Rp25.000.000
Penghasilan Kena Pajak PT.ABD adalah sebesar Rp700.000.000
Karena omzet peredaran bruto PT.ABD di atas Rp4,8 miliar, maka memperoleh fasilitas pengurangan tarif:
(Rp4.800.000.000 x Rp700.000.000) / Rp6.500.000.000 = Rp516.923.077
Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas
Rp700.000.000 – Rp516.923.077 = Rp183.076.923
Maka, besaran PPh terutangnya adalah:
(50% x 22%) x Rp 516.923.077 = Rp56.861.538
22% x Rp183.076.923 = Rp 40.276.923
Total PPh terutang= Rp 56.861.538 + Rp 40.276.923
PPh terutang PT. ABD adalah sebesar Rp 97.138.461
ABD memiliki beberapa kredit pajak penghasilan yang sudah dibayar:
Rp15.000.000 + Rp15.000.000 + Rp80.000.000
Maka, PPh terutang dikurangi dengan total kredit pajak tersebut.
Rp 97.138.461 – Rp110.000.000= (Rp12.861.539)
Dalam hal ini, PT.ABD memiliki lebih bayar pajak sebesar Rp12.861.539
Seperti itulah mengenai pembahasan apa itu deductible expense, serta bagaimana contohnya, kendati demikian ternyata banyak juga biaya yang dapat menjadi deductible expense. Oleh karena itu Anda juga perlu melakukan perhitungan dan pelaporan pajak.
Sehingga sebelum melakukan perhitungan dan pembayaran, sebaiknya Anda pastikan terlebih dahulu apakah pembukuan bisnis Anda melalui pencatatan laporan keuangan sudah benar atau belum.
Nah untuk memastikannya Anda juga bisa melakukan pembukuan laporan keuangan secara realtime dan akurat.
Dengan mencoba memanfaatkan Harmony software pembukuan, yang juga dapat membantu Anda untuk mencatat beberapa unsur pajak bisnis Anda.
Tidak hanya membantu mencatat unsur pajak saja, Anda juga harus menyiapkan dan memperhitungkan laporan keuangan dimana saja dan kapan saja tanpa perlu repot.
Fitur lainnya bisa digunakan seperti pemantauan stok, pembuatan invoice otomatis, rekonsiliasi bank transaksi secara otomatis, penghitungan aset, dan keuangan usaha yang mudah dikelola karena terdapat 20 lebih laporan keuangan secara real time. Cobalah gunakan Harmony GRATIS 30 Hari di sini.
Dapatkan update informasi dari Harmony dengan mengikuti media sosialnya di Facebook, Instagram, dan LinkedIn.